5.25.2010

Manusia Dengan Kegelisahan

Kegelisahan berasal dari kata gelisah. Gelisah artinya tidak tentram di hati atau merasa selalu khawatir, tidak dapat tenang (tidurnya), tidak sabar lagi (menanti), cemas dan sebagainya. Manusia yang gelisah selalu dihantui rasa khawatir atau takut.

Suatu saat dalam hidupnya, seseorang akan menglami kegelisahan. Kegelisahanini, apabila cukup lama dirsakan oleh seseorang, akan menyebabkan gangguan penyakit. Kegelisahan (anciety) yang cukup lama akan menghilangkan kemampuan untuk merasa bahagia.

Tentang kecemasan ini, Sigmund Freud membedakan menjadi tiga macam, kecemasan kenyataan (objektif), kecemasan neurotic, dan kecemasan moral.

Bila kita kaji, sebab-sebab orang gelisah adalah pada hakikatnya orang takut kehilangan hak-haknya. Hal itu akibat dari suatu ancaman, baik ancaman dari luar maupun ancaman dari dalam.

(a).
Kecemasan obyektif Kecemasan tentang kenyataan adalah suatu pengalaman perasaan sebagai akibat pengamatan atau suatu bahaya dalam dunia luar. Bahaya adalah sikap keadaan dalam lingkungan seseorang yang mengancam untuk mencelakakannya. Pengalaman bahaya dan timbulnya kecemasan mungkin dari sifat pembawaan, dalam arti kata, bahwa seseorang mewarisi kecenderungan untuk menjadi takut kalau ia berada dekat dengan benda-benda tertentu atau keadaan tertentu dari lingkungannya.

(b). Kecemasan neorotis (syaraf)
Kecemasan ini timbul karena pengamatan tentang bahaya dari naluriah.

Apabila kita kaji, sebab-sebab orang gelisah adalah karena pada hakekatnya orang takut kehilangan hak-haknya. Hal itu adalah akibat dari suatu ancaman, baik ancaman dari luar maupun dari dalam.

Manusia Dengan Tanggung Jawab

Manusia merupakan mahluk individual (pribadi), manusia juga mahluk sosial (bermasyarakat) dan manusia juga merupakan mahluk pengabdi dalam batasan seorang hamba (religi) artinya adalah manusia itu sendiri sebagai mahluk tuhan. Jika ditinjau dari definisi manusia dari aspek tersebut diatas maka tidak akan terlepas peranan manusia di dunia ini yang mencakup ketiganya secara sederhana namun kompleks. Sehingga dari pernyataan dan definisi tersebutlah dapat disimpulkan bahwa manusia adalah mahluk pembelajar.

Aktor terhebat dengan karakteristik yang menjiwai peranannya dalam bermain sinetron didunia ini dengan skenario dan sutradara tuhan adalah manusia. Ketika manusia sudah menentukan peranannya sendiri baik secara langsung atau tidak langsung maka manusianya itu sendiri akan terikat oleh sebuah sistem permainan tuhan dan permasalahan yang tidak mudah, yaitu tanggung jawab.

Karena manusia pada hakikatnya adalah mahluk pembelajar, maka diperlukan sebuah kontrol sistem dalam sebuah pemainan karakter didunia ini, yaitu tanggung jawab. Tanggung jawab merupakan kesadaran akan setiap sikap dan tingkah laku yang telah dilakukan atau bahkan akan dilakukan, baik sengaja atau tidak di dalam dunia ini, baik secara personal, sosial hingga kejenjang yang lebih tinggi yaitu pengabdian seorang hamba terhadap tuhannya.

Tanggung jawab merupakan aktualisasi dan perwujudan dari sikap sadar seorang yang dikatakan manusia. Jika manusia melakukan suatu hal dengan resiko dan penyelesaian masalahnya dilakukan dalam keadaan tidak sadar, baik sakit atau pengaruh obat – obatan maka tidak dapat dikatakan sebagai si tanggung jawab. Sadar memiliki pengertian tahu, pengertian dan ingat sehingga kesadaran dapat didefinisikan sebagai pengertian dan rasa ingin tahu manusia terhadap hal yang benar baik terhadap sikap dan perbuatannya. Dimana kesadaran manusia sangat berkaitan erat denga hati dan pikiran yang terbuka dan mau menerima sejumlah informasi dan ilmu pengetahuan serta hal – hal yang benar.

Jika si manusianya tidak mau dan tidak dapat bertanggung jawab, maka si manusianya secara tidak langsung tidak sadar atau bukan manusia. Hanya saja perwujudan secara fisik tampak seperti manusia.


5.12.2010

Hubungan Manusia dan Pandangan Hidup

Dalam Ensiklopedi Sunda (2000) disebutkan bahwa pandangan hidup orang Sunda itu terbagi kepada tiga bagian. Bagian pertama tecermin dalam tradisi lisan dan sastra Sunda yang berasal dari kalangan lapisan atas (elite). Penelitian yang dilakukan oleh Soewarsih Warnaen dkk. (1987) ini meneliti, 79 ungkapan dalam bahasa Sunda dan 20 dalam bahasa Cirebon, Carita Pantun Lutung Kasarung edisi F. F. Eringa dalam disertasinya, (1949), naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian, Sawer Panganten dan dua roman R. Memed Sastradiprawira yaitu Mantri Jero (1928), dan Pangeran Kornel (1930).

Hasilnya disimpulkan bahwa pandangan hidup orang Sunda itu terdiri atas: (1) manusia sebagai pribadi; (2) manusia dengan masyarakat; (3) manusia dengan alam; (4) manusia dengan Tuhan; dan (5) manusia dalam mengejar kemajuan lahir dan kepuasan batin. Penelitian ini sampai pada adanya dua pandangan, yaitu yang pertama, pandangan yang membagi manusia menjadi dua golongan ialah golongan penguasa dan golongan rakyat, sedangkan yang kedua, tidak membedakan apakah seseorang itu termasuk penguasa ataukah bukan sehingga berlaku umum.

Pada penelitian kedua, pandangan hidup orang Sunda tecermin dalam tradisi lisan dan sastra Sunda. Penelitian berikutnya, yang berarti tahap kedua, dilakukan oleh Suwarsih Warnaen dkk. (Bandung, 1987). Berlainan dengan penelitian pertama yang terutama dipusatkan kepada tradisi lisan dan karya sastra yang berasal dari kalangan lapisan atas (elite), penelitian ini mengambil bahan lisan dan karya lapisan bawah (somahan), yaitu yang berupa uga, adat-istiadat, cerita rakyat (yang sudah dibukukan) dan tiga buah novel (Rasiah Nu Goreng Patut karya Yuhana, Lain Eta karya Moh. Ambiri dan Mayit Dina Dahan Jengkol karya Ahmad Bakri).

Dari analisis terhadap bahan-bahan yang diteliti itu dapat diidentifikasikan sejumlah sifat khas yang dianggap baik dan tidak baik oleh orang Sunda. Semuanya digolongkan kepada empat kategori besar, yaitu (1) akal; (2) budi; (3) semangat; dan (4) tingkah laku.

Dalam kategori akal yang dianggap baik ialah sifat-sifat pintar, pandai, cerdas, cerdik, arif, berpengalaman luas, dan menjunjung tinggi kebenaran, sedangkan yang tidak baik adalah bodoh, banyak bingung, suka bohong, membenarkan yang bohong, pandai membohongi orang, dan terlalu benar (dalam pengertian tidak surti). Dalam kategori budi ada 31 macam sifat yang baik, antara lain jujur, suci, punya pendirian, takwa, tidak takabur, siger tengah (tidak ekstrem), bageur (orang baik), bijaksana, berjiwa kerakyatan, punya rasa malu, taat pada orang tua, punya harga diri, setia, bisa dipercaya, dll. Sementara sifat yang tidak baik antara lain, pendendam, tidak berperasaan, tidak punya rasa malu, tidak tahu berterima kasih, dan takabur.

Dalam kategori semangat, sifat yang dipandang baik ada 18 macam, antara lain punya idealisme, sabar, percaya kepada takdir, tabah, punya semangat belajar, mau berikhtiar, rajin, lebih baik mati daripada hidup hina, berani, bersifat satria, ulet, tahan godaan, khusuk dalam berdoa, sedangkan yang dianggap tidak baik, antara lain merasa tidak berdaya, menyiksa diri sendiri, pengecut, penakut, serakah, dan menyalahgunakan kedudukan.

Dalam kategori tingkah laku, sifat yang dianggap baik ada 38 macam, antara lain, sederhana, matang perhitungan, suka menolong, sopan, waspada, teliti, tahu diri, ramah, tidak licik, menepati janji, hemat, tidak banyak bicara, punya keterampilan, dan lain-lain. Sementara sifat yang tidak baik ada 59 macam, antara lain, suka menonjolkan diri, sombong, berpakaian berlebihan, malas, tidak mau berusaha, suka bertengkar, suka mencuri, dengki, menipu, licik, pencemburu, dijajah materi, cerewet, bicara sembarangan, usilan terhadap orang lain, suka menasihati orang lain, tidak menghargai orang lain, selingkuh, boros, dan lain-lain.

Peneliti pun mengidentifikasikan pandangan hidup orang Sunda tentang hubungan manusia dengan masyarakat (pergaulan antarjenis, pergaulan dalam lingkungan keluarga dalam masyarakat luas). Tentang hubungan manusia dengan alam (alam nyata, dan alam gaib) diidentifikasikan bahwa orang Sunda memandang lingkungan hidupnya bukan sebagai sesuatu yang harus ditundukkan, melainkan harus dihormati, diakrabi, dipelihara, dan dirawat. Sementara tentang manusia dengan Tuhan (menurut uga dan menurut adat istiadat) dapat diidentifikasikan bahwa meskipun sekarang umumnya memeluk agama Islam, masih banyak kepercayaan pra-Islam yang masih menjadi pegangan walaupun hasil analisis data menyimpulkan bahwa orang Sunda amat mengakui akan kekuasaan Tuhan.

Pada penelitian ketiga, pandangan hidup orang Sunda tercermin dalam kehidupan masyarakat Sunda dewasa ini. Penelitian tahap ketiga ini dilakukan oleh Yus Rusyana dkk. (Bandung, 1989). Berlainan dengan dua penelitian sebelumnya, penelitian tahap ketiga ini dilakukan dengan mengadakan kuesioner terhadap orang Sunda di enam wilayah, yaitu 4 wilayah pedesaan (Sukabumi, Sumedang, Garut dan Tasikmalaya) dan 3 wilayah kota (Cianjur, Sumedang, Bandung). Pertanyaan yang diajukan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya berkenaan dengan pandangan orang Sunda mengenai, (1) manusia sebagai pribadi, (2) manusia dengan Tuhan; (3) manusia dengan alam; dan (4) tentang mengejar kemajuan lahir dan kepuasaan batin.

Untuk mengetahui apakah terjadi pergeseran atau tidak terhadapnya, hasil angket itu ternyata menunjukkan bahwa pada umumnya terjadi pergeseran dalam setiap aspek yang ditanyakan. Akan tetapi tidak terjadi perubahan yang besar. Pandangan hidup berkenaan dengan manusia sebagai pribadi, dan dalam hubungannya dengan Tuhan dan manusia dalam mengejar kemajuan lahir dan kepuasan batin, dapat dikatakan tetap. Perubahan terjadi pada aspek manusia dengan alam dan manusia dengan masyarakat, tetapi itu pun tidak sama dalam semua hal, tergantung wilayah dan aspeknya. Tak tampak perbedaan yang mencolok antara pandangan hidup orang Sunda dewasa ini. Dengan tetap berakar pada tradisinya, telah dan sedang mengalami pergeseran dan perubahan itu, perubahan mengarah kepada pandangan yang lebih waspada, lebih bertauhid dalam beragama, lebih realistis dalam bermasyarakat dan lebih memahami aturan alam

Kebajikan


Menurut Kamus Dewan, kebajikan ialah sesuatu yang membawa kebaikan dan perbuatan yang baik. Setiap individu Muslim berkewajipan untuk berusaha dan berlumba-lumba melakukan kebajikan dan amalan soleh. Dalam surah al-Ma’idah ayat 48, Allah berfirman yang bermaksud ‘… maka berlumba-lumbalah membuat kebajikan…’. Menurut Syeikh Muhammad ‘Ali al-Sobuni dalam Safwat al-Tafasir, ia bermaksud hendaklah bersegera melakukan sesuatu yang membawa kebaikan iaitu mentaati Allah dan melaksanakan segala peraturanNya.
Bersegera melakukan sesuatu bermaksud sesuatu yang tidak boleh ditangguh-tangguh lagi. Ini kerana orang yang beriman dan yang cerdik adalah mereka yang menyedari bahawa masa sentiasa menghambat mereka, dan masa yang terlepas tidak boleh dikembalikan lagi.

Perlaksanaan Amalan Kebajikan
Amalan kebajikan adalah sesuatu yang dituntut dan wajib dilakukan sebagai manifestasi perhambaan seseorang kepada Allah swt. Apabila seseorang itu bermuhasabah terhadap dirinya, maka dia akan menyedari betapa kehidupan di dunia adalah kehidupan yang memikul tanggung jawab dan akan dipersoalkan di akhirat sama ada tanggung jawab tersebut dilaksanakan atau tidak semasa kehidupan di dunia yang fana ini. Sehubungan dengan itu, antara tanggungjawab seorang mukmin ialah melaksanakan amalan kebajikan. Amalan kebajikan yang dilakukan oleh
seseorang sebenarnya adalah untuk kebaikan dirinya sendiri dan untuk memberi manfaat dalam kehidupannya.
Sesuatu yang wajar diperingatkan ialah amalan kebajikan yang dilakukan hendaklah berniat ikhlas, iaitu tujuan dan niatnya hanya kepada Allah. Sekiranya mempunyai niat yang serong, maka amalan yang dilakukan hanya mendapat penat dan letih sahaja. Justeru, niat yang ikhlas untuk mendapat keredhaan Allah mestilah dipupuk agar amalan tersebut termasuk dalam kategori amalan yang soleh.

Langkah Menuju Amalan Kebajikan
1. Bekerja bersungguh-sungguh (al-Taubah ayat 105)
2. Menghargai dan Bijak mengurus masa
3. Sanggup Berkorban Masa, Tenaga dan Harta benda
4. Jujur dan Ikhlas
5. Pro aktif dan positif
6. Kreatif
7. Semangat kerja berpasukan
8. Muhasabah diri

Cita - Cita Mu ?

Setiap orang punya cita-cita (dreams). Paling tidak, waktu kecil kita punya cita-cita. Setelah dewasa biasanya cita-cita itu hilang digantikan dengan kesibukan sehari-hari.
Waktu kecil saya punya cita-cita ingin jadi Polisi.

Kemudian lupa mau jadi apa lagi ya? Jadi pilot? Jadi artis? Jadi ingat lagu “Jadi Presiden”. Kalau dulu, rasanya nggak ada yang bercita-cita jadi Presiden ya?

Kemudian sekarang sudah menjadi apa adanya seperti ini ya melupakan cita-cita. Sama seperti Anda sekalian. ha ha ha.

Masih ingat, dulu punya cita-cita jadi apa?